Saya mulai dengan mengutip kembali kalimat saya minggu lalu. Saya punya
definisi yang agak rumit tentang kesehatan. Bagi saya seseorang itu
sehat bila dia memenuhi enam unsur: segar secara pisikal, cerdas secara
intelektual, stabil secara emosional, damai secara spiritual, luhur
secara sosial dan merdeka secara finansial (financial freedom).
Perimbangan ke enam aspek tersebut menjadi semakin krusial bagi mereka yang telah atau akan memasuki usia pensiun. Kondisi pisik yang mulai menurun, stimulasi intelektual yang sering terlupakan, ditambah lagi dengan kondisi finansial yang tidak lagi sebaik masa pra pensiun, sering terbukti berdampak negatif
terhadap kestabilan emosi dan ketenangan jiwa, yang seharusnya lebih mature sejajar dengan meningkatnya usia biologis.
Karena itu, perencanaan hidup masa pensiun menjadi penting. Perencanaan itu tidak hanya meliputi aspek finansial, - yang memang perlu - tapi juga aspek aspek yang lebih subtil (beyond money). Masa pensiun yang direncanakan dengan baik, bisa sangat bermakna, ketika seorang pensiunan mampu menjalani hidup dengan behagia, tetap aktif dan produktif, memiliki waktu luang untuk melakukan hobi yang positif, mengembangkan jaringan serta meningkatkan aktivitas sosial, melakukan stimulasi intelektual dan mencapai kedamaian spiritual. Bila kondisi itu hadir, usia pensiun seyogianya disambut dengan perasaan gembira.
Mari kita simak fenomena berikut. Bagi sebagian besar karyawan di Negara maju, memasuki usia pensiun adalah berita baik. Layak disambut gembira dan dirayakan. Betapa tidak: uang pensiun cukup untuk hidup, tabungan dan investasi cukup besar, bebas dari tanggungan. Karena itu, bisa dipahami kalau para pensiunan kemudian banyak mengabdikan dirinya untuk pekerjaan sosial tanpa pamrih mencari uang. Mengisi waktu sambil beramal. Menjadi pensiunan yang berbahagia, seperti testimony John Handler (76 tahun) seorang pensiunan di Seattle: "I'm taking a watercolor class, meeting new people, having a part time job I like. My days have a variety I never had before."
Di sini, di Indonesia, masa pensiun nyaris selalu berkonotasi berita buruk. Tidak punya tabungan/investasi, tunjangan pensiun terlalu kecil untuk biaya hidup, tanggungan masih banyak, tidak punya gagasan untuk mempersempit jarak finansial antara biaya hidup dan penghasilan yang menurun tajam tiba tiba.
Tunjangan hari tua atau pesangon yang diterima, karena tidak pandai mengelola, menguap semua dalam waktu pendek. Perjalanan selanjutnya, yang seharusnya bisa dinikmati, sering berubah menjadi tragis. Tidak tahu harus melakukan apa, post power syndrome, kehilangan kepercayaan diri, emosional, sakit, stroke dan mati! Mati tentu saja di luar kekuasaan manusia, tapi menjadi pensiunan berbahagia bukan sesuatu yang mustahil direncanakan. Energi manusia seperti air. Mengalir wajar atau membusuk. Kebebasan financial bisa jadi merupakan salah satu kendala menuju state of happy retiree. Uang memang hanya salah satu tool menuju kebahagiaan, tapi tak bisa diingkari kekurangan uang adalah suatu penderitaan.
HINDARI TRAGEDI
Pendek kata usia pensiun harus disongsong dengan perencanaan dan sikap positif, sehingga tidak menjadi tragedi seperti digambarkan oleh Jim Yih, pakar perencanaan pensiun dari Kanada: "…. a tiring path to the finish line…"
Dari aspek keuangan, ada beberapa keadaan yang membuat pensiunan atau calon pensiunan sangat rentan terhadap kondisi keuangan.
Pertama, masa pensiun sering indentik dengan menurunnnya penghasilan. Pada beberapa kasus bahkan berhenti sama sekali. Bagi pegawai negeri sipil dan ABRI, penerimaan pensiun merupakan prosentase tertentu pada gaji pokok.
Padahal dalam struktur take home pay pegawai negeri dan ABRI, gaji pokok sering hanya merupakan bagian kecil dari penghasilan yang dibawa pulang setiap bulan. Bagi pegawai swasta, pensiunan seringkali berarti tidak ada lagi penerimaan berkala. Memang ada pesangon yang jumlahnya lumayan besar, namun karena tidak melek financial dan tanpa perencanaan keuangan yang baik, pesangon besar itu seringkali menguap dalam waktu singkat.
Kedua, masa pensiunan seringkali tidak indenstik dengan berkurangnya pengeluaran. Biaya kerja tentu menurun, tapi banyak teman dan kenalan saya yang jumlah tanggungannya bertambah menjelang dan saat pensiun. Hal itu karena anak anaknya belum menyelesaikan pendidikan dan baru memasuki jenjang pendidikan yang justeru membutuhkan biaya lebih tinggi, atau cucu cucu yang lahir yang belum sepenuhnya bisa dipenuhi kebutuhannya oleh anak. Kondisi pisik dan kesehatan yang menurun sering membutuhkan biaya, yang selain lebih besar, juga terkadang tidak lagi ditanggung oleh asuransi.
Kalau rata-rata usia pensiun adalah 55 tahun dan harapan hidup rata rata 75 tahun, maka ada periode 20 tahun yang seharusnya merupakan periode yang membahagiakan, ternyata harus menjadi periode penderitaan karena menghadapi keterbatasan finansial. Bagi para pensiunan, kemerdekaan finansial terpenuhi bila kondisi kondisi berikut terpenuhi: tercukupinya kebutuhan konsumsi, kemampuan memenuhi kewajiban pembayaran hutang, tersedia dana untuk memenuhi kebutuhan mendadak (emergency), bisa melakukan hobi dan menabung. Kondisi semacam itu, bukan sesuatu yang mustahil diraih untuk pensiunan dari hierarki paling rendah sekalipun. Semakin dini perencanaan keuangan dilakukan, semakin besar peluang berhasil.
Pada tulisan tulisan mendatang kita akan berdiskusi tentang bagaimana gambaran siklus keuangan rumah tangga, bagaimana memetakan situasi keuangan yang dihadapi saat ini, bagaimana membuat bujet yang realistis, bagaimana memahami pilihan investasi yang tersedia dengan tingkat risiko dan harapan keuntungan yang cocok dengan kondisi kita, upaya upaya apa yang bisa dilakukan agar bisa berdisiplin mematuhi bujet yang telah disusun. Sebagai pembukaan, pembaca yang tertarik untuk terus mengikuti kolom ini, baik para pensiunan mamupun yang masih kerja, ada baiknya kalau mulai secara imajiner menjawab pertanyaan berikut ini;
"Gaya dan pola hidup seperti apa yang Anda inginkan pada periode pensiun Anda?
"Bagaimana keadaan keangan anda saa ini, bagi yang masih bekerja, kondisi keuangan seperti apa yang anda harapkan nanti mengawali masa pensiunan Anda?
"Apakah memasuki masa pensiun situasi keuangan anda akan berubah drastis, baik sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran?
"Rencana apa yang harus anda lakukan untuk mencapai kondidi finansial yang anda inginkan tersebut?
Jangan lupa, masa pensiun berarti anda berhenti bekerja untuk mencari uang. Kalau memasuki usia pensiun anda masih harus tetap banting tulang, bahkan lebih keras dari sebelumnya, untuk memenuhi kebutuhan dasar andal, maka anda sama sekali tidak pensiun!
sumber: bisnis.com/ Hasan Zein Mahmud
Perimbangan ke enam aspek tersebut menjadi semakin krusial bagi mereka yang telah atau akan memasuki usia pensiun. Kondisi pisik yang mulai menurun, stimulasi intelektual yang sering terlupakan, ditambah lagi dengan kondisi finansial yang tidak lagi sebaik masa pra pensiun, sering terbukti berdampak negatif
terhadap kestabilan emosi dan ketenangan jiwa, yang seharusnya lebih mature sejajar dengan meningkatnya usia biologis.
Karena itu, perencanaan hidup masa pensiun menjadi penting. Perencanaan itu tidak hanya meliputi aspek finansial, - yang memang perlu - tapi juga aspek aspek yang lebih subtil (beyond money). Masa pensiun yang direncanakan dengan baik, bisa sangat bermakna, ketika seorang pensiunan mampu menjalani hidup dengan behagia, tetap aktif dan produktif, memiliki waktu luang untuk melakukan hobi yang positif, mengembangkan jaringan serta meningkatkan aktivitas sosial, melakukan stimulasi intelektual dan mencapai kedamaian spiritual. Bila kondisi itu hadir, usia pensiun seyogianya disambut dengan perasaan gembira.
Mari kita simak fenomena berikut. Bagi sebagian besar karyawan di Negara maju, memasuki usia pensiun adalah berita baik. Layak disambut gembira dan dirayakan. Betapa tidak: uang pensiun cukup untuk hidup, tabungan dan investasi cukup besar, bebas dari tanggungan. Karena itu, bisa dipahami kalau para pensiunan kemudian banyak mengabdikan dirinya untuk pekerjaan sosial tanpa pamrih mencari uang. Mengisi waktu sambil beramal. Menjadi pensiunan yang berbahagia, seperti testimony John Handler (76 tahun) seorang pensiunan di Seattle: "I'm taking a watercolor class, meeting new people, having a part time job I like. My days have a variety I never had before."
Di sini, di Indonesia, masa pensiun nyaris selalu berkonotasi berita buruk. Tidak punya tabungan/investasi, tunjangan pensiun terlalu kecil untuk biaya hidup, tanggungan masih banyak, tidak punya gagasan untuk mempersempit jarak finansial antara biaya hidup dan penghasilan yang menurun tajam tiba tiba.
Tunjangan hari tua atau pesangon yang diterima, karena tidak pandai mengelola, menguap semua dalam waktu pendek. Perjalanan selanjutnya, yang seharusnya bisa dinikmati, sering berubah menjadi tragis. Tidak tahu harus melakukan apa, post power syndrome, kehilangan kepercayaan diri, emosional, sakit, stroke dan mati! Mati tentu saja di luar kekuasaan manusia, tapi menjadi pensiunan berbahagia bukan sesuatu yang mustahil direncanakan. Energi manusia seperti air. Mengalir wajar atau membusuk. Kebebasan financial bisa jadi merupakan salah satu kendala menuju state of happy retiree. Uang memang hanya salah satu tool menuju kebahagiaan, tapi tak bisa diingkari kekurangan uang adalah suatu penderitaan.
HINDARI TRAGEDI
Pendek kata usia pensiun harus disongsong dengan perencanaan dan sikap positif, sehingga tidak menjadi tragedi seperti digambarkan oleh Jim Yih, pakar perencanaan pensiun dari Kanada: "…. a tiring path to the finish line…"
Dari aspek keuangan, ada beberapa keadaan yang membuat pensiunan atau calon pensiunan sangat rentan terhadap kondisi keuangan.
Pertama, masa pensiun sering indentik dengan menurunnnya penghasilan. Pada beberapa kasus bahkan berhenti sama sekali. Bagi pegawai negeri sipil dan ABRI, penerimaan pensiun merupakan prosentase tertentu pada gaji pokok.
Padahal dalam struktur take home pay pegawai negeri dan ABRI, gaji pokok sering hanya merupakan bagian kecil dari penghasilan yang dibawa pulang setiap bulan. Bagi pegawai swasta, pensiunan seringkali berarti tidak ada lagi penerimaan berkala. Memang ada pesangon yang jumlahnya lumayan besar, namun karena tidak melek financial dan tanpa perencanaan keuangan yang baik, pesangon besar itu seringkali menguap dalam waktu singkat.
Kedua, masa pensiunan seringkali tidak indenstik dengan berkurangnya pengeluaran. Biaya kerja tentu menurun, tapi banyak teman dan kenalan saya yang jumlah tanggungannya bertambah menjelang dan saat pensiun. Hal itu karena anak anaknya belum menyelesaikan pendidikan dan baru memasuki jenjang pendidikan yang justeru membutuhkan biaya lebih tinggi, atau cucu cucu yang lahir yang belum sepenuhnya bisa dipenuhi kebutuhannya oleh anak. Kondisi pisik dan kesehatan yang menurun sering membutuhkan biaya, yang selain lebih besar, juga terkadang tidak lagi ditanggung oleh asuransi.
Kalau rata-rata usia pensiun adalah 55 tahun dan harapan hidup rata rata 75 tahun, maka ada periode 20 tahun yang seharusnya merupakan periode yang membahagiakan, ternyata harus menjadi periode penderitaan karena menghadapi keterbatasan finansial. Bagi para pensiunan, kemerdekaan finansial terpenuhi bila kondisi kondisi berikut terpenuhi: tercukupinya kebutuhan konsumsi, kemampuan memenuhi kewajiban pembayaran hutang, tersedia dana untuk memenuhi kebutuhan mendadak (emergency), bisa melakukan hobi dan menabung. Kondisi semacam itu, bukan sesuatu yang mustahil diraih untuk pensiunan dari hierarki paling rendah sekalipun. Semakin dini perencanaan keuangan dilakukan, semakin besar peluang berhasil.
Pada tulisan tulisan mendatang kita akan berdiskusi tentang bagaimana gambaran siklus keuangan rumah tangga, bagaimana memetakan situasi keuangan yang dihadapi saat ini, bagaimana membuat bujet yang realistis, bagaimana memahami pilihan investasi yang tersedia dengan tingkat risiko dan harapan keuntungan yang cocok dengan kondisi kita, upaya upaya apa yang bisa dilakukan agar bisa berdisiplin mematuhi bujet yang telah disusun. Sebagai pembukaan, pembaca yang tertarik untuk terus mengikuti kolom ini, baik para pensiunan mamupun yang masih kerja, ada baiknya kalau mulai secara imajiner menjawab pertanyaan berikut ini;
"Gaya dan pola hidup seperti apa yang Anda inginkan pada periode pensiun Anda?
"Bagaimana keadaan keangan anda saa ini, bagi yang masih bekerja, kondisi keuangan seperti apa yang anda harapkan nanti mengawali masa pensiunan Anda?
"Apakah memasuki masa pensiun situasi keuangan anda akan berubah drastis, baik sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran?
"Rencana apa yang harus anda lakukan untuk mencapai kondidi finansial yang anda inginkan tersebut?
Jangan lupa, masa pensiun berarti anda berhenti bekerja untuk mencari uang. Kalau memasuki usia pensiun anda masih harus tetap banting tulang, bahkan lebih keras dari sebelumnya, untuk memenuhi kebutuhan dasar andal, maka anda sama sekali tidak pensiun!
sumber: bisnis.com/ Hasan Zein Mahmud
0 komentar:
Posting Komentar